iklan

LOYALITAS Tanpa Batas Letnan Onoda, Tetap GERILYA 29 Tahun Setelah Jepang Kalah!

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Kisah Letnan Hiroo Onoda, seorang tentara Jepang pada masa Perang Dunia II bisa menjadi gambaran tingginya loyalitas seseorang terhadap apa yang diyakininya. Pria ini masih terus berjuang untuk negaranya hingga puluhan tahun setelah perang berakhir.

Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II tak hanya membawa kesengsaraan bagi negara yang dijajah, warga negeri matahari terbit sendiri juga merasakan derita. Warga sipil dilanda teror karena serangan udara yang mengancam sewaktu-waktu. Sementara anak-anak muda dikirim menjadi pasukan berani mati, nasib yang harus mereka terima demi kesetiaan kepada negara. Karena itulah, banyak warga Jepang yang merasa lega ketika Kaisar Hirohito akhirnya mengumumkan untuk menyerah.

Namun tak sedikit pula para prajurit yang merasa malu. Pasalnya mereka sudah diajarkan untuk berjuang sampai titik darah penghabisan. Lebih baik mati karena bunuh diri daripada tertangkap musuh. Ada pula yang terus bergerilya karena tak percaya, pemerintah yang memiliki harga diri tinggi akan mengumumkan penyerahan kepada musuh. Itulah yang dipikirkan Letnan dua Hiroo Onoda ketika dia mendengar berita tentang berakhirnya Perang Dunia II.

Onoda masih berumur 22 tahun ketika dikirim ke Pulau Lubang, Filipina pada bulan Desember tahun 1944. Onoda ditugaskan sebagai tentara intelijen. Ketika pasukan sekutu mendarat di Lubang, Onoda dan kelompoknya naik ke gunung dan terus berjuang sebagai gerilyawan. Mereka bertahan hidup dengan buah pisang dan kelapa yang didapat dari hutan. Kadang-kadang dengan mencuri sapi dari desa terdekat. Beberapa kali sempat melakukan serangan diam-diam.

Tak lama setelah perang berakhir, kelompok Onoda yang hanya tersisa empat orang menemukan selebaran yang dijatuhkan dari udara mengumumkan bahwa perang usai dan memerintahkan semua prajurit yang tersisa untuk menyerahkan diri. Onoda dan rekan-rekannya sepakat kalau ini adalah jebakan untuk memancing mereka keluar dari persembunyian. Jadi mereka terus bergerilya. 

Setelah lima tahun bersembunyi, Yuichi Akatsu, salah satu rekan Onoda memutuskan untuk menyerahkan diri kepada tentara Filipina. Setelahnya, sebuah tim pencari dibentuk untuk menemukan Onoda dan kedua rekannya. Surat, foto keluarga, dan pesan dari Akatsu dijatuhkan dari udara agar Onoda dan teman-temannya menyerah. Tetapi lagi-lagi mereka menganggap ini sebagai tipuan belaka.

Pada tahun 1954, Kopral Shimada tertembak dalam konflik senjata dengan prajurit di dalam grup pencari. Tinggal Onoda dan Kozuka yang masih terus bergerilya hingga sembilan belas tahun kemudian. Namun Kozuka pun tewas ditembak polisi Filipina setelah membakar lahan pada tahun 1972. Kini tinggal Onoda yang berjuang seorang diri. Kelihaiannya sebagai gerilyawan sudah melegenda di Lubang.

Akhirnya Norio Suzuki, seorang petualang dari Jepang yang menemukan Onoda. Pria ini memang bertekad membawa pulang prajurit setia itu ke negaranya. Suzuki berhasil melakukan pendekatan terhadap Onoda, bahkan bersahabat cukup dekat. Onoda pun akhirnya benar-benar percaya kalau perang sudah berakhir. Namun dia masih tetap ngotot bergerilya, hanya mau menyerahkan diri jika diperintahkan oleh komandannya. Suzuki pun kembali ke Jepang dan membawa Mayor Yoshimi Taniguchi, atasan Onoda yang kini sudah hidup tenang sebagai pengelola toko buku.

Dengan restu pemerintah, keduanya menjemput Onoda. Setelah Taniguchi membacakan surat perintah kaisar untuk menyerahkan diri, Onoda menangis sejadi-jadinya. Akhirnya pria berperawakan kecil itu menyerahkan pedang katana miliknya secara resmi kepada presiden Filipina, Ferdinand Marcos.

Hiroo Onoda kembali ke Jepang untuk kembali ke kehidupan warga sipil. Pemerintah memberinya penghargaan dan sejumlah uang, namun pemberian itu disumbangkannya ke kuil. Pada tahun 1975 dia hijrah ke Brasil untuk menjadi petani sekaligus menghindari perhatian media massa.

Onoda kembali ke Jepang pada tahun 1984 untuk mendirikan kamp pendidikan bagi anak-anak. Dia juga sempat mengunjungi Lubang di tahun 1996, menyumbangkan $ 10.000 untuk sekolah di sana. 


Letnan dua Hiroo Onoda meninggal pada tanggal 16 Januari tahun 2014 karena serangan jantung dan paru-paru basah. Sampai saat ini, dedikasinya yang luar biasa sebagai prajurit masih diingat publik. 

Sumber : merdeka.com
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "LOYALITAS Tanpa Batas Letnan Onoda, Tetap GERILYA 29 Tahun Setelah Jepang Kalah!"

Posting Komentar